Kebiasaan Buruk Elit Bangsa ini
CAKRAWALASULTRA.COM-KENDARI : Semenjak rezim Orba, kebiasaan buruk elit bangsa ini adalah memberikan beban kesalahan kepada rakyat kecil.
(wong cilik), Hal itu dilakukan sebagai upaya untuk lari dari masalah yang dialami oleh para elit. Kebiasaan seperti itu berlanjut sampai sekarang. Di samping merupakan perilaku yang tak bertanggung jawab, kebiasaan demikian juga akan menyebabkan masalah yang lebih besar lagi, yakni makin menipisnya rasa empati dan simpati para elit, baik ekonomi maupun politik, pada wong cllik. Contohnya kasus kecelakaan kereta api di Brebes beberapa tahun lalu. Statemen yang paling mudah diumbar penguasa untuk mengetahui penyebab kecelakaan itu adalah human error. Human error adalah idiom untuk menunjukkan bahwa setiap kejadian yang memilukan selalu disebabkan oleh wong cilik.
Mungkin merupakan hal yang "baik", ketika akhirnya seluruh direksi PT. KAI akhirnya mengundurkan diri . Namun kejadian itu tetap tak menyurutkan para elit untuk secara spontanitas menyudutkan wong cilik sebagai bagian dari pemicu masalah. Mungkin memang si masinis salah, namun apakah hal ini merupakan penyebab utama? Tidak hanya kasus kecelakaan kereta, banyak sekali contoh di mana para elit lebih merasa "selamat" jika segala sesuatu ditimpakan pada wong cilik. Kasus kerusuhan atau amuk massa, konflik agama dan suku, kriminalitas dan sebagainya, misalnya, dianggap wong-wong cilik inilah yang melakukannya.
Jika kita cermati hubungan antara rakyat dan penguasa dalam sebuah negara, menurut teori kontrak sosial Jean Jacques Rousseau, adalah hubungan simbiosis yang saling membutuhkan. Namun kenyataannya yang terjadi sekarang adalah hubungan yang salah satu pihak, yakni penguasa, berusaha untuk menegasikan, dan hanya membutuhkan rakyat hanya pada posisinya sebagai obyek, bukan subyek. Ketidakseimbangan peran yang diemban masing-masing pihak akhirnya mewujud dalam berbagai perilaku kenegaraan. Demokrasi dijalankan setengah hati. Penguasa sibuk dengan problem dirinya sendiri, dan jarang memahami bahwa kekuasaannya sangat bergantung pada rakyat.
Kasus kekacauan di Argentina yang lalu seharusnya menjadi contoh yang baik bagi kita semua. Bahwa keasyikan para pemimpinnya di atas, membuat mereka tak sadar bahwa bahaya krisis ekonomi sudah lama mengancam. Maka rakyat pun mengadakan "perhitungan" dengan penguasa, dan mengatakan bahwa mereka tak mampu membawa rakyat keluar dari krisis. Sedangkan Indonesia, yang menurut hitungan kuantitatif justru memiliki beban ekonomi yang lebih berat, ternyata masih sulit menyadarkan pemimpinnya dari bahaya-bahaya seperti ini. Kebiasaan buruk menimpakan masalah pada rakyat seharusnya sedini mungkin dihindari. Rakyat pada akhirnya akan bisa bekerja dengan optimal manakala ada sistem yang baik dan adil bagi mereka semua. Sedangkan sistem (ekonomi dan politik) yang ada sekarang cenderung hanya menguntungkan kelompok-kelompok tertentu yang notabene sudah mapan. Perlu diingat oleh penguasa bahwa sebenarnya apa yang mereka lakukan selalu diperhatikan oleh rakyat semesta bangsa ini. Seharusnya mereka menyadari bahwa seluruh hasil kerja pemerintahan adalah diperuntukkan rakyat, terutama wong cilik.
Terminologi "wong cilik" sekarang memang sudah bias dan ambigu. Hal ini karena semua politisi bekerja dengan mengatasnamakan wong cilik. Katanya, semua dilakukan demi wong cilik, sementara fakta yang dia lakukan adalah untuk dirinya sendiri. Bila kita bicara wong cilik, mereka adalah 40 juta orang yang menganggur dan puluhan juta orang lainnya yang benar-benar terbelit masalah ekonomi. Mereka miskin, bahkan berada di bawah garis kemiskinan. Coba saja jika para penguasa mau turun gunung", dan pergilah ke desa-desa terpencil, di pojok-pojok kota, di bawah kolong jembatan. Mereka benar-benar ada, dan benar-benar miskin. Wong cilik itu bukan mereka yang secara ekonomi sudah mapan. Wong cilik adalah mereka yang kesehariannya sangat sulit untuk mendapatkan sesuap nasi, bahkan mereka harus bertaruh nyawa.
Yang terjadi sekarang ini, mereka kurang diperhatikan, kecuali hanya sebatas pemberian program-program pengentasan kemiskinan yang berlangsung secara formal. Mereka tidak secara serius didampingi. Bukan untuk melemahkan program pengentasan kemiskinan yang sudah berjalan dengan baik, namun ternyata banyak sekali program-program itu yang sifatnya hanya sementara, dan untuk memenuhi target waktu tertentu saja. Pengentasan kemiskinan model ini hanya akan menyiram sepercik air sebentar saja, dan selanjutnya mereka tetap miskin
from :Netizen
ruangcakrawala@gmail.com
0 komentar:
Posting Komentar