Tiga Golongan Rakyat Indonesia

Cakrawala Sultra™|La Ode Muh Fardan : Tiga golongan rakyat Indonesia:

1. Suka bersuara, baik dari lisan maupun tulisan. Golongan ini yang tidak mau tunduk atas kebijakan pemerintah yang merugikan rakyat. Biasanya golongan ini suka berdemo di jalan, di depan kantor pemerintah dan di depan istana negara.

2. Ikut suara terbanyak, cenderung netral dalam bersikap. Kalau yang lain diam, golongan ini pun diam. Namun bila diprovokasi, akan ikut juga bersuara.

3. Hanya diam. Golongan ini tak peduli mau bagaimanapun kekacauan di Indonesia. Yang ia pedulikan dirinya dan keluarganya saja. Jika dapat bantuan dari pemerintah senang, dan jika dirugikan pemerintah hanya mengikhlaskan saja.

Sekarang pertanyaannya adalah di golongan manakah kita? 1. Suka bersuara, 2. Ikut suara terbanyak, atau 3. Hanya diam?

Hidup adalah soal pilihan, tak bisa dipaksa oleh siapapun. Begitu juga dalam menyikapi permasalah kenegaraan. Jika ingin mengkritik atau berdemo silahkan, jika ikut-ikutan juga silahkan, mau jadi patung juga silahkan!

Namun ini yang harus disadari bersama, Indonesia di masa yang akan datang ditentukan oleh generasi sekarang. Jika kita apatis terhadap perpolitikan di negeri ini, kita akan mewarisi pemerintah dan negara yang kacau balau pada anak-cucu kita nantinya.

Sudah kita ketahui bersama, Indonesia bukan semakin membaik, tapi semakin buruk. Hutang Indonesia kian menumpuk, kesenjangan sosial semakin terasa, hukum sebagai panglima sudah tumpul, perekonomian negara semakin parah, ditandai dengan rupiah yang semakin lemah.

Perusahaan swasta mulai oleng, mengakibatkan terancamnya PHK besar-besaran bagi buruh. Kebutuhan pokok pun terus melambung tinggi.

Apakah masih didiamkan saja? Apakah kita tega merawarisi kemiskinan terus menerus kepada generasi bangsa berikutnya? Sebagai Warga Negara Indonesia yang peduli atas kesejahteraan rakyat bersama, maka kita harus bersuara, baik dari lisan maupun tulisan.

Pemerintah harus terus diingatkan, bila perlu “dicambuk” bokongnya. Karena mereka adalah pelayan kita (rakyat). Bukan malah sebaliknya, kita yang “dicambuki” untuk terus bertahan hidup di tengah-tengah kesulitan hidup.

Mereka kita yang memilih, karena kita pula mereka duduk sebagai perwakilan atas suara rakyat, dan karena kita pula mereka mendapat segala fasilitas dari negara, dan gaji yang tinggi. Itu pun sebagian mereka ada yang jadi maling di kantornya sendiri, mereka mencuri uang rakyat dengan berbagai cara.

Jangan tunggu sampai negeri ini benar-benar rusak parah. Selalu ada kesempatan jika ingin berbenah. Dan tentu saja itu dari suara-suara yang peduli terhadap negeri yang dijajah oleh pemerintahnya sendiri. []

Send from Huawei Mobile
ADA tiga golongan rakyat Indonesia:

1. Suka bersuara, baik dari lisan maupun tulisan. Golongan ini yang tidak mau tunduk atas kebijakan pemerintah yang merugikan rakyat. Biasanya golongan ini suka berdemo di jalan, di depan kantor pemerintah dan di depan istana negara.

2. Ikut suara terbanyak, cenderung netral dalam bersikap. Kalau yang lain diam, golongan ini pun diam. Namun bila diprovokasi, akan ikut juga bersuara.

3. Hanya diam. Golongan ini tak peduli mau bagaimanapun kekacauan di Indonesia. Yang ia pedulikan dirinya dan keluarganya saja. Jika dapat bantuan dari pemerintah senang, dan jika dirugikan pemerintah hanya mengikhlaskan saja.

Sekarang pertanyaannya adalah di golongan manakah kita? 1. Suka bersuara, 2. Ikut suara terbanyak, atau 3. Hanya diam?

Hidup adalah soal pilihan, tak bisa dipaksa oleh siapapun. Begitu juga dalam menyikapi permasalah kenegaraan. Jika ingin mengkritik atau berdemo silahkan, jika ikut-ikutan juga silahkan, mau jadi patung juga silahkan!

Namun ini yang harus disadari bersama, Indonesia di masa yang akan datang ditentukan oleh generasi sekarang. Jika kita apatis terhadap perpolitikan di negeri ini, kita akan mewarisi pemerintah dan negara yang kacau balau pada anak-cucu kita nantinya.

Sudah kita ketahui bersama, Indonesia bukan semakin membaik, tapi semakin buruk. Hutang Indonesia kian menumpuk, kesenjangan sosial semakin terasa, hukum sebagai panglima sudah tumpul, perekonomian negara semakin parah, ditandai dengan rupiah yang semakin lemah.

Perusahaan swasta mulai oleng, mengakibatkan terancamnya PHK besar-besaran bagi buruh. Kebutuhan pokok pun terus melambung tinggi.

Apakah masih didiamkan saja? Apakah kita tega merawarisi kemiskinan terus menerus kepada generasi bangsa berikutnya? Sebagai Warga Negara Indonesia yang peduli atas kesejahteraan rakyat bersama, maka kita harus bersuara, baik dari lisan maupun tulisan.

Pemerintah harus terus diingatkan, bila perlu “dicambuk” bokongnya. Karena mereka adalah pelayan kita (rakyat). Bukan malah sebaliknya, kita yang “dicambuki” untuk terus bertahan hidup di tengah-tengah kesulitan hidup.

Mereka kita yang memilih, karena kita pula mereka duduk sebagai perwakilan atas suara rakyat, dan karena kita pula mereka mendapat segala fasilitas dari negara, dan gaji yang tinggi. Itu pun sebagian mereka ada yang jadi maling di kantornya sendiri, mereka mencuri uang rakyat dengan berbagai cara.

Jangan tunggu sampai negeri ini benar-benar rusak parah. Selalu ada kesempatan jika ingin berbenah. Dan tentu saja itu dari suara-suara yang peduli terhadap negeri yang dijajah oleh pemerintahnya sendiri. []

Send from Huawei Mobile Tiga golongan rakyat Indonesia :

1. Suka bersuara, baik dari lisan maupun tulisan. Golongan ini yang tidak mau tunduk atas kebijakan pemerintah yang merugikan rakyat. Biasanya golongan ini suka berdemo di jalan, di depan kantor pemerintah dan di depan istana negara.

2. Ikut suara terbanyak, cenderung netral dalam bersikap. Kalau yang lain diam, golongan ini pun diam. Namun bila diprovokasi, akan ikut juga bersuara.

3. Hanya diam. Golongan ini tak peduli mau bagaimanapun kekacauan di Indonesia. Yang ia pedulikan dirinya dan keluarganya saja. Jika dapat bantuan dari pemerintah senang, dan jika dirugikan pemerintah hanya mengikhlaskan saja.

Sekarang pertanyaannya adalah di golongan manakah kita? 1. Suka bersuara, 2. Ikut suara terbanyak, atau 3. Hanya diam?

Hidup adalah soal pilihan, tak bisa dipaksa oleh siapapun. Begitu juga dalam menyikapi permasalah kenegaraan. Jika ingin mengkritik atau berdemo silahkan, jika ikut-ikutan juga silahkan, mau jadi patung juga silahkan!

Namun ini yang harus disadari bersama, Indonesia di masa yang akan datang ditentukan oleh generasi sekarang. Jika kita apatis terhadap perpolitikan di negeri ini, kita akan mewarisi pemerintah dan negara yang kacau balau pada anak-cucu kita nantinya.

Sudah kita ketahui bersama, Indonesia bukan semakin membaik, tapi semakin buruk. Hutang Indonesia kian menumpuk, kesenjangan sosial semakin terasa, hukum sebagai panglima sudah tumpul, perekonomian negara semakin parah, ditandai dengan rupiah yang semakin lemah.

Perusahaan swasta mulai oleng, mengakibatkan terancamnya PHK besar-besaran bagi buruh. Kebutuhan pokok pun terus melambung tinggi.

Apakah masih didiamkan saja? Apakah kita tega merawarisi kemiskinan terus menerus kepada generasi bangsa berikutnya? Sebagai Warga Negara Indonesia yang peduli atas kesejahteraan rakyat bersama, maka kita harus bersuara, baik dari lisan maupun tulisan.

Pemerintah harus terus diingatkan, bila perlu “dicambuk” bokongnya. Karena mereka adalah pelayan kita (rakyat). Bukan malah sebaliknya, kita yang “dicambuki” untuk terus bertahan hidup di tengah-tengah kesulitan hidup.

Mereka kita yang memilih, karena kita pula mereka duduk sebagai perwakilan atas suara rakyat, dan karena kita pula mereka mendapat segala fasilitas dari negara, dan gaji yang tinggi. Itu pun sebagian mereka ada yang jadi maling di kantornya sendiri, mereka mencuri uang rakyat dengan berbagai cara.

Jangan tunggu sampai negeri ini benar-benar rusak parah. Selalu ada kesempatan jika ingin berbenah. Dan tentu saja itu dari suara-suara yang peduli terhadap negeri yang dijajah oleh pemerintahnya sendiri. []

Oleh : La Ode Muh Fardan

SHARE

Cakrawala Sultra Adalah Media Online Independen Terkini Seputar Sulawesi Tenggara | Artikel Ini Publikasikan Oleh odenews

    Ayo Berkomentar
    Facebook Comment

0 komentar:

Posting Komentar

AYO LIBURAN KE KENDARI