Pena Jalanan dan Surat untuk Pengemis

Kita semua pasti pernah melihat mereka. Selalu bersiap di dekat lampu lalu lintas. Saat lampu lalu lintas berubah merah mereka langsung berhamburan, berkompetisi dengan waria, orang penyandang cacat fisik, atau beberapa ibu-ibu yang menggendong seorang bayi mendekati mob il-mobil yang sedang berhenti. Dengan tubuh kurus dan kulit hitam karena sering terbakar matahari mereka menyanyikan lagu dengan lirik dan nada seadanya diiringi dengan tepuk tangan lemah atau instrumen yang sangat sederhana. Sebilah balok kayu, beberapa tutup botol kaca bekas, dan paku. Beberapa bahkan hanya menampilkan muka memelas dan menengadahkan tangannya memohon untuk sejumlah kecil uang pada siapapun yang berada di balik kaca mobil. Sebagian menaruh simpati dan memberi mereka beberapa koin. Namun lebih banyak yang bersikap acuh dan melambaikan tangannya tanda mereka tidak ingin memberikan sepeser pun pada mereka. Ya, kita semua pasti pernah melihat anak jalanan.Entah kita termasuk pemberi simpati atau si acuh.

Jika dituliskan seperti ini, orang-orang yang tidak memberikan uang pada mereka pasti akan terlihat jahat. Saya bukan termasuk pada yang anti memberi uang pada mereka dan saya pun juga bukan pendukungnya. Pernah suatu saat saya menemukan seekor kucing berbaring dengan nyaman di halaman rumah saya. Saya langsung bergegas mengambil beberapa ayam sisa makan malam dan menaruhnya di tanah. Sang kucing pun langsung menghampiri dan menikmatinya dengan lahap. Keesokan harinya, saya pun menaruh makanan di tempat yang sama dan tak tersangkalkan kucing itu pun kembali. Setiap hari saya menaruh makanan di tempat yang sama dan kucing itu pun menjadi makin sering berada di halaman saya. Suatu ketika saya harus pergi ke luar kota selama seminggu. Sepulangnya saya dari luar kota, saya menaruh makanan bagi kucing itu di tempat yang biasa. Tapi kucing itu tidak pernah kembali lagi ke halaman saya karena selama seminggu dia tidak menemukan makanannya di tempat biasa. Seperti kucing ini, anak jalanan akan terus kembali ke jalan jika ada yang terus memberikan mereka uang. Mereka menganggap jalanan adalah rumah mereka dan pasti ada saja beberapa orang yang akan beberbelas kasihan dan memberikan mereka “makanan”. Kita sering mengeluh mengapa masalah anak jalanan seperti tidak terselesaikan di Indonesia. Namun kita tidak menyadari bahwa kita secara tidak langsung mendukung anak jalanan untuk tetap berada di jalan. 

Tidak hanya faktor diatas yang membuat masalah anak jalanan sulit ditanggulangi. Suatu ketika saya sedang mengendarai mobil bersama ayah saya. Dalam perjalanan kami berhenti pada saat lampu merah. Seorang anak laki-laki menghampiri mobil kami dan mulai menyanyi. Ayah saya menurunkan kaca mobilnya untuk memberikan sejumlah uang padanya dan ayah saya dengan bercanda berkata, “Adek kenapa nggak di rumah aja?”. Jawaban anak kecil itu sangat mengejutkanku. Dia menerima uang yang ayahku berikan dan menjawab, “Kalo pulang cepet terus nggak bawa duit nanti dipukul ayah.”. Lalu dia berlalu begitu saja menuju mobil belakang. Kemiskinan memang tidak bisa dipisahkan dari masalah ini. Keluarga miskin merasa sangat sulit menjalani kehidupan dengan uang yang mereka hasilkan sehingga mereka merasa harus memanfaatkan tenaga anak mereka untuk mencari uang tambahan. Mereka merasa tidak ada gunanya menyekolahkan anak-anak mereka karena tidak langsung menghasilkan uang. Dan seperti jawaban anak tadi, hukuman-hukuman seperti pukulan dan tindakan kekerasan lain itu yang membuatnya tidak bisa meninggalkan jalanan walaupun ia mau.
            Jika berbicara tentang anak jalanan kita pasti tidak bisa lupa tentang pasal 34 UUD 1945. “Fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh negara”  begitu bunyi dari pasal tersebut. Orang-orang terus menuntut pemerintah untuk memelihara para penghuni jalanan tersebut karena isi pasal tersebut. Banyak yang menganggap pemerintah negara gagal dalam menanggulangi masalah anak jalanan ini dan bersikap selayaknya  tidak peduli pada nasib mereka. Saya terus terpaku pada kata negara. Sebenarnya negara apakah yang dimaksud dalam pasal tersebut? Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yang saya buka secara online definisi negara adalah sebagai berikut
"ne·ga·ra - 1, organisasi dl suatu wilayah yg mempunyai kekuasaan tertinggi yg sah dan ditaati oleh rakyat; 2 kelompok sosial yg menduduki wilayah atau daerah tertentu yg diorganisasi di bawah lembaga politik dan pemerintah yg efektif, mempunyai kesatuan politik, berdaulat sehingga berhak menentukan tujuan nasionalnya: kepentingan — lebih penting dp kepentingan perseorangan"
Dari definisi nomor 2 KBBI kita bisa mengambil kesimpulan bahwa yang bertanggung jawab atas pemeliharaan fakir miskin dan anak jalanan bukan hanya pemerintah negara tapi juga seluruh rakyat yang tinggal di dalam negara tersebut. Bukan hanya presiden, para pejabat DPR, atau menteri yang bertanggung jawab tapi kita yang mungkin dalam taraf ekonomi lebih baik dari mereka juga ikut harus ikut bertanggung jawab dalam pemeliharaan.
           
Sebenarnya pemeliharaan anak jalanan tidak bisa dibilang sepenuhnya tidak diperhatikan oleh masyarakat. Sudah ada beberapa lembaga-lembaga penampungan anak jalanan yang juga menyediakan pendidikan bagi anak-anak jalanan yang ditampung di dalamnya. Seperti Yayasan Griya Asih yang terletak di Cempaka Putih, Jakarta Pusat. Yayasan Yayasan Komunikasi Anak Jalanan Kendari (KOJAK)
           
Seperti yang kita bisa baca diatas, masalah anak jalanan bisa diselesaikan dengan memberikan mereka edukasi yang cukup di tempat-tempat penampungan yang layak. Tahun lalu, pemerintah Jakarta menyiapkan 136 lokasi penampungan anak jalanan. Namun sayangnya hanya 30% yang berjalan dengan baik atau sekitar 41 lokasi. Jumlah tersebut tentunya sangat kurang untuk 8.000 anak jalanan pada tahun tersebut. Statistik menunjukkan bahwa pada tahun 2015 jumlah anak jalanan bertambah sebanyak 50% menjadi sekitar 12.000. Tidak hanya itu, tidak sedikit anak jalanan yang sudah di razia oleh polisi setempat dan dimasukkan ke dalam penampungan mencoba kabur dan berusaha kembali mengemis di jalan. Alasannya karena mereka merasa tidak betah di dalam penampungan yang tidak layak. Mereka merasa lebih baik mereka tinggal di jalanan dan mencari uang sendiri dengan cara mengemis atau mengamen. Kekurangan kucuran dana dari pemerintah adalah alasan yang kuat bagi para pengurus penampungan atas masalah ini. Kekurangan tenaga kerja edukasi juga memperburuk masalah ini.
        
  fardan ode

Banyak yang berkata bahwa anak jalanan itu sulit diatur, suka merusak fasilitas umum, berkata kasar, bertindak tidak sopan, dan sebagainya. Kita tidak bisa begitu saja menggeneralisasikan seperti itu. Teman saya, yang selalu naik kereta setiap hari untuk mencapai kampusnya, pernah bertemu dengan seorang anak jalanan di suatu stasiun di bilangan Jakarta. Saat itu stasiun sedang penuh dan antrian tiket pun sangat panjang. Seorang bapak yang tidak sabar mencoba memotong barisan. Lalu seorang pengemis anak-anak menghampiri bapak itu dan berkata, “Jangan gitu, Pak. Bebek aja antri, kita antri juga yuk!”. Perkataan anak tersebut langsung membawa senyuman ke setiap pengantri yang mendengar. Mereka juga masih anak bangsa. Mereka juga punya potensi-potensi besar. Mereka juga butuh kasih sayang dan perhatian. Mereka juga masih memiliki kesadaran akan moral. Dengan dukungan edukasi, mereka masih bisa menjadi penerus-penerus bangsa yang adil dan beradab.
            
Memang bukan kewajiban kita untuk menampung dan memberikan pendidikan, makanan, rumah, dan kasih sayang pada anak-anak jalanan. Tapi sebagai warga Indonesia kita juga harus turut berpartisipasi dalam mengatasi masalah anak jalanan. Bukan dengan memberikan mereka uang seribu rupiah di pinggir jalan. Kita harus lebih sering memberikan sumbangan dana pada lembaga-lembaga yang mengurus masalah anak jalanan, mengadakan acara sosial untuk membantu keluarga-keluarga miskin, dan yang paling penting adalah dengan tidak bersikap acuh dan peduli terhada masalah ini. Jika semua masyarakat melakukan hal ini, saya rasa masalah anak-anak jalanan akan cepat terselesaikan.

Penulis Journalis zonasultra: Ar .Ode Muhamad Fardan

SHARE

Cakrawala Sultra Adalah Media Online Independen Terkini Seputar Sulawesi Tenggara | Artikel Ini Publikasikan Oleh odenews

    Ayo Berkomentar
    Facebook Comment

0 komentar:

Posting Komentar

AYO LIBURAN KE KENDARI